InvestigasiMabes.com l Saumlaki — Persoalan yang dihadapi H.Mubarok pengusaha besi tua asal Madura dengan pihak Syahbandar/Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas II Saumlaki semakin menarik untuk ditelusuri.
Setelah diekspos media ini beberapa waktu lalu, rilisan awal berjudul “Aroma Hutang Berhembus di Pelabuhan Saumlaki, TB Penerus Merana, Pemiliknya Meradang”, sejumlah media cyber di Kabupaten Kepulauan Tanimbar Provinsi Maluku pun bereaksi dengan narasi pemberitaan bervariasi pada 4/7/2014.
Walau demikian, dinamika pemberitaan sejumlah media cyber dengan argumen dan perspektif berbeda itu mengarah pada episentrum yang sama. Apakah intisari pemberitaan sejumlah media yang terkesan sangat seragam itu merupakan sebuah kebetulan belaka ataukah hanyalah kekompakan semu yang rapuh? Entahlah.
Klarifikasi yang “Salah Jalur”
Kepada salah satu awak media ini,
Giovano Papilaya (GP) staf Unit PP kelas II Saumlaki (Rabu, 3/7/2024 pkl. 09:34 WIT) diduga membatalkan niat tertulisnya sendiri tak lama setelah dirinya menerima rilisan kedua media ini.
Dirinya (GP) sempat menulis lewat WhatsUp-nya demikian,
“pagi kk, izin beta lagi dinas. Nanti kalau sudah bale (kembali, red.) beta info????????”
Untuk diketahui, klarifikasi pihak Syahbandar Saumlaki atas pernyataan Mubarok yang seyogianya dimuat media ini, entah apa penyebabnya, terlanjur di-blowup sejumlah media cyber. Aspek perimbangan pemberitaan mereka nyaris diabaikan.
Pemberitaan reaktif sejumlah media cyber tersebut seakan kompak memposisikan Mubarok dalam klasifikasi “tersangka” atas kesulitan yang dihadapinya.
Inikah indikator faktual sederhana bahwa etika Jurnalistik yang wajib dijunjung tinggi setiap wartawan, teristimewa awak media di Kabupaten Kepulauan Tanimbar telah diterabas?
Lucunya lagi, ibarat para pengamen jalanan diajak menyesuaikan diri dan menjadi satu tim paduan suara dalam sebuah konser musiman, kekompakan pemberitaan beberapa media cyber terkait masalah Mubarok dan pihak Syahbandar Saumlaki perihal perijinan keberangkatan TB Penerus menarik KM.Tanimbar Bahari menuju Surabaya yang diduga sengaja dipersulit, seakan menjadi tontonan lucu. Otentisitas karakter dan kualitas pemberitaan setiap media absurd seketika.
Atas fakta menarik tersebut, beberapa referensi poin kode etik jurnalistik sebagaimana dilansir dari laman resmiĀ Dewan Pers Indonesia berikut diharapkan bisa mengingatkan kembali setiap wartawan Indonesia yang berdomisili di Saumlaki – Tanimbar.
Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk. Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama (dst), dan Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Kode Etik Jurnalistik Diterabas?
Berdasar klarifikasi pihak Syahbandar Saumlaki yang diduga kuat “salah jalur” dan “lancangnya” sejumlah media cyber menyabotase eangle pemberitaan media ini tanpa ijin, pun patut diduga telah menerabas/melabrak standar sopan santun (etika jurnalistik) yang wajib dipatuhi setiap wartawan.
Inikah salah satu potret suram yang disebar, dipamer, dan mungkin telah bahkan sedang dibanggakan sejumlah wartawan dalam beberapa WhatsApp Grup lokal?
Jika fenomena hampa nilai ini tak segera disadari, aspek profesionalitas kerja wartawan media cyber di bumi Duan Lolat Tanimbar bisa diprediksi perlahan namun pasti tereduksi oleh sekian banyak motif sekunder yang tak bisa ditolerir dalam etika jurnalistik.
Di sisi lain, surat resmi berlogo Direktorat Perhubungan Laut No: IP.202/1/1/UPP.SXK-2024 perihal Hak Jawab dan Klarifikasi yang ditujukan kepada Pimpinan Media InvestigasiMabes.Com tertanggal 3 Juli 2024 diterima media ini dengan beberapa persoalan teknis sebagai berikut.
Pertama, surat yang dikeluarkan Humas Kantor UPP Kelas II Saumlaki tersebut tidak ditandatangani dan dimasukkan dalam amplop layaknya sebuah surat resmi instansi pemerintah.
Kedua, surat resmi tersebut tidak disampaikan langsung kepada kami (hard copy/soft copy-nya). Faktanya, komunikasi kami dengan GP maupun Syahbandar Saumlaki masih berjalan baik setelah rilisan kedua kami berjudul
“Merasa Dipersulit Syahbandar Saumlaki, Mubarok Pengusaha Besi Tua Mohon Bantuan Forkopimda Kepulauan Tanimbar”. Mengapa surat berlogo resmi yang belum ditandatangani dan masih berbentuk PDF itu harur dititipkan melalui media lainnya?
Ketiga, apakah dua poin diatas bisa dianggap sebagai cara kerja profesional sebuah intansi pemerintah resmi di bawah Kementrian Perhubungan Republik Indonesia?
Mirisnya lagi, setelah berbondong – bondong menyerbu kediaman narasumber (Mubarok, red.) pada 2 Juli 2024 lalu dan dilayani dengan sejumlah keterangan bahkan keluh kesah, rilisan berita beberapa wartawan yang ada di Saumlaki ini jauh dari proporsionalitas/asas keberimbangan dan patut diduga tidak beritikad baik sebagaimana diamanatkan dalam pasal 1 kode etik jurnalistik.
Terakhir, salah satu figur pemimpin di daerah ini pernah menulis tanggapannya terkait permohonan bantuan Mubarok demikian, “kapan Mubarok kenal dengan kami, setelah ada masalah baru minta bantuan???”
Atas tanggapan itu, seseorang yang tidak ingin disebutkan namanya berujar, “tidak semua orang sakit kenal dokter umum ataupun dokter spesialis di negeri ini. Namun, saat berstatus pasien, setiap orang pasti membutuhkan dokter walaupun tidak dikenalnya.” (IM.Tim).