InvestigaiMabes.com | Musi Banyuasin — Kebakaran besar kembali melanda sumur minyak ilegal di kawasan perkebunan sawit milik PT INDOLI, Desa Mekar Jaya A3, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Sumur yang diduga milik seorang pengusaha berinisial (J R) ini terbakar untuk kedua kalinya, menambah keresahan di tengah masyarakat dan memperparah kondisi keamanan lingkungan.
Pada insiden kebakaran sebelumnya, api berhasil dipadamkan tanpa tindak lanjut yang berarti dari aparat penegak hukum (APH). Muncul dugaan adanya pengalihan tanggung jawab atau “pengantin,” yaitu upaya mengganti pihak terlapor guna melindungi oknum tertentu. Sayangnya, kebakaran kali ini kembali menunjukkan lemahnya penegakan hukum terkait aktivitas minyak ilegal di wilayah tersebut.
Yang lebih mengejutkan, masyarakat mencurigai adanya keterlibatan 12 personel Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Musi Banyuasin dalam aktivitas ilegal ini. Dugaan ini memperdalam kecurigaan warga terhadap adanya kolusi yang membuat operasi minyak ilegal sulit diberantas. Warga setempat mendesak aparat hukum di Musi Banyuasin, khususnya yang berwenang di Kecamatan Keluang, untuk segera bertindak tegas, tidak hanya dalam memadamkan api, tetapi juga menghentikan aktivitas yang membahayakan keselamatan masyarakat dan lingkungan.
“Kami melihat aparat hanya fokus pada pemadaman, tetapi penegakan hukum terkait aktivitas ilegal seperti ini minim,” ungkap salah satu tokoh masyarakat Desa Mekar Jaya A3, yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia juga menyebut bahwa keterlibatan oknum BPBD dalam praktik ini, jika benar, adalah bentuk pelanggaran serius yang harus segera ditindaklanjuti.
Masyarakat berharap kejadian ini menjadi titik balik bagi pemerintah daerah serta pihak berwenang untuk serius menindak dan membongkar seluruh jaringan yang terlibat dalam tambang minyak ilegal ini. “Kami butuh tindakan nyata, bukan hanya untuk memadamkan api, tetapi untuk menghentikan aktivitas ilegal ini secara permanen,” tambahnya.
Kebakaran yang berulang kali terjadi di lokasi yang sama menggambarkan lemahnya pengawasan dan pengambilan tindakan hukum terhadap pelanggaran semacam ini. Apabila tidak ada tindakan serius, masyarakat akan terus hidup dalam ketakutan, terutama jika budaya “pengantin” dalam kasus-kasus semacam ini dibiarkan tanpa sanksi yang tegas.
( Faisal )