Investigasimabes.com | Jepara — Kasus yang melibatkan Syahniar Susanti, pemilik Sunset Beach Hotel dan Resto di Pantai Bandengan, Jepara, dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Jepara, menimbulkan polemik terkait hak dan kewajiban pemanfaatan lahan wisata.
Perselisihan ini muncul setelah Syahniar Susanti menerima Surat Teguran dari Kepala Dinas PUPR, Ary Bahtiar, yang meminta pembongkaran bangunan miliknya tanpa evaluasi atau klarifikasi detail mengenai objek bangunan yang dianggap bermasalah.
Masalah ini menyentuh aspek hak masyarakat atas tanah dan pengelolaan usaha wisata, sekaligus prosedur hukum terkait pembatasan atau penghapusan hak-hak tersebut.
Syahniar Susanti mengklaim telah memenuhi syarat legal sebagai pemegang izin sewa lahan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2011.
Namun, surat teguran dari Dinas PUPR menimbulkan pertanyaan mengenai kepastian hukum, terutama dalam perlakuan yang dirasakan tidak adil oleh Syahniar karena teguran ini hanya diterima oleh dirinya, sedangkan sejumlah usaha wisata lain tidak mendapat tindakan serupa.
Di sisi lain, Dinas PUPR berpegang pada peraturan tata ruang dan bangunan yang mendasari teguran tersebut.
Analisis ini bertujuan untuk memahami posisi hukum yang tepat bagi masing-masing pihak dalam sengketa ini dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh Syahniar Susanti sebagai investor untuk mempertahankan haknya dalam batas hukum yang berlaku.
Secara yuridis, permasalahan yang terjadi antara Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Jepara, Ary Bahtiar, dengan Syahniar Susanti, pemilik Sunset Beach Hotel dan Resto, memerlukan analisis yang seimbang terhadap beberapa aspek hukum berikut:
1. Hak Pemanfaatan Tanah dan Izin Usaha
Status Hak Pakai
Berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, hak pakai atas tanah yang disewa Syahniar Susanti dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki dasar hukum yang jelas. Perjanjian sewa tanah tersebut telah disahkan dalam Surat Keputusan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 590/22832/2011, dan berakhir pada tanggal 22 Desember 2011.
Kepastian Hukum
Pasal 47 dan Pasal 50 dari PP Nomor 40 Tahun 1996 mengatur kewajiban pemegang hak pakai untuk memanfaatkan tanah sesuai peruntukan dan mengajukan perpanjangan dua tahun sebelum hak tersebut berakhir. Dalam kasus ini, Syahniar Susanti tampaknya telah memenuhi syarat legal dengan memperpanjang dan memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan usaha pariwisata. Apabila hak pakai dihapuskan, harus memperhatikan hak-hak yang terkait di atas tanah tersebut sesuai dengan Pasal 55 PP 40 Tahun 1996.
2. Kewenangan Dinas PUPR dalam Penataan Ruang
Penataan Bangunan
Kadis PUPR memiliki kewenangan mengeluarkan surat teguran terhadap bangunan yang diduga melanggar ketentuan tata ruang. Hal ini merujuk pada Permen ATR No. 21 Tahun 2021 Pasal 154 tentang Tata Ruang, di mana Dinas PUPR berhak untuk memberikan peringatan atau meminta pembongkaran bangunan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Perlindungan Terhadap Investor Lokal: Dalam surat teguran, PUPR diharapkan tetap menghormati hak masyarakat dan mempertimbangkan kontribusi pengusaha lokal terhadap perekonomian daerah. Pengusaha seperti Syahniar Susanti, yang telah berinvestasi di Pantai Bandengan dan berkontribusi pada sektor pariwisata, memiliki hak untuk memperoleh perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif. Prinsip non-diskriminasi penting dalam penegakan hukum untuk menjamin kepastian hukum dan hak semua pelaku usaha.
3. Perbedaan Perlakuan dan Diskriminasi
Tindakan Diskriminatif
Terdapat indikasi bahwa PUPR mungkin melakukan tindakan yang terkesan diskriminatif jika hanya Sunset Beach Hotel yang mendapat teguran tanpa alasan yang jelas, sementara usaha lainnya yang berada di sekitar pantai Bandengan tidak diberikan perlakuan yang sama.
Aspek Keadilan
Prinsip keadilan dalam hukum administrasi negara mengharuskan tindakan pemerintah untuk dilakukan secara proporsional dan transparan. Jika teguran hanya diberikan kepada satu pihak, sementara usaha lain dengan kondisi serupa tidak dipermasalahkan, ini dapat melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
4. Hak Investor untuk Perlindungan Hukum
Kepastian Hukum: Sebagai investor, Syahniar Susanti memiliki hak untuk mendapat kepastian hukum, termasuk perlindungan dari tindakan yang bersifat represif tanpa evaluasi atau klarifikasi yang memadai. Tindakan pembongkaran yang diinstruksikan tanpa menunjukkan objek spesifik yang bermasalah dapat melanggar hak Syahniar Susanti untuk memperoleh penjelasan yang komprehensif.
Langkah Hukum yang Dapat Ditempuh
Untuk mempertahankan haknya, Syahniar dapat mengajukan:
1. Permintaan Klarifikasi
Mengajukan permintaan tertulis kepada Dinas PUPR untuk menjelaskan alasan serta objek yang dimaksud dalam surat teguran.
2. Mediasi
Mengupayakan pertemuan mediasi dengan Dinas PUPR untuk menemukan solusi bersama, seperti perbaikan pada aspek tata ruang yang mungkin dilanggar tanpa harus melakukan pembongkaran total.
3. Pengaduan Ombudsman
Melaporkan dugaan tindakan maladministrasi kepada Ombudsman jika merasa diperlakukan tidak adil atau diskriminatif.
4. Gugatan Tata Usaha Negara (PTUN)
Jika surat teguran dianggap merugikan secara nyata dan melanggar hak investor, Syahniar dapat mengajukan gugatan ke PTUN untuk meminta pembatalan teguran tersebut.
5. Rekomendasi bagi Investor
– Evaluasi Legalitas
Melibatkan konsultan hukum untuk meninjau aspek perizinan serta status hak atas tanah guna memperkuat kedudukan hukum Syahniar dalam menghadapi teguran ini.
-Menjalin Kerjasama dengan Pemda
Mencoba berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk membentuk kesepahaman dalam menjaga kawasan wisata yang sesuai peraturan namun tetap memberi kesempatan kepada investor lokal.
– Komunikasi dengan Komunitas Usaha Lain
Mengajak pengelola usaha wisata lain di sekitar Pantai Bandengan untuk berdialog bersama dengan pemerintah demi memastikan penataan ruang yang konsisten dan adil di seluruh kawasan wisata.
Untuk Kesimpulannya adalah
Kadis PUPR memang memiliki kewenangan untuk menertibkan bangunan sesuai aturan tata ruang. Namun, surat teguran kepada Syahniar Susanti patut dievaluasi secara adil dan transparan.
Jika surat teguran ini terbukti diskriminatif dan tidak didukung alasan yang kuat, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan melanggar prinsip keadilan.
(Arif Murdikanto).