Zainur bukan hanya suami penyayang. Ia juga seorang pengusaha. Tegap, rapi, cerdas berkomunikasi. Saat haji usai, saya baru tahu ia ikut pelatihan pembimbing ibadah. Dan lulus. Saya kirimi ucapan selamat lewat WhatsApp. Dibalasnya dengan stiker tangan menengadah dan emoji mata berkaca-kaca.
Belakangan saya makin kaget: Zainur ternyata seorang ASN. Kepala sekolah di salah satu SMP negeri di Banyuwangi. Ini hal yang baru: petugas haji yang berasal dari jalur pemerintahan daerah, bukan dari Kementerian Agama, bukan dosen PTAI, bukan pula ustaz pesantren. Ia memecahkan pakem. Dan melakukannya tanpa banyak suara.
Padahal, menjadi petugas haji hari ini tidak mudah. Harus ikut pelatihan, harus lulus ujian, harus siap fisik dan mental. Siap menjawab pertanyaan yang sama berulang kali. Siap jadi penunjuk arah, penerjemah, bahkan tempat curhat dadakan.
Seperti halnya saya, dari fakultas hukum, yang juga bisa menjalankan tugas ini. Karena manasik bukan warisan eksklusif. Tapi keterampilan yang bisa dipelajari. Dan panggilan yang bisa dirasakan siapa saja.
Editor : Redaktur