Piket Reskrim SPKT Polda Jambi Tolak Laporan Warga, Kuasa Hukum Mengecam Keras

Foto Investigasi Mabes
Piket Reskrim SPKT Polda Jambi Tolak Laporan Warga, Kuasa Hukum Mengecam Keras
Piket Reskrim SPKT Polda Jambi Tolak Laporan Warga, Kuasa Hukum Mengecam Keras

Investigasimabes.com l Jambi — Seorang Ibu Lansia yang telah berusia 78 tahun, warga Kelurahan Rajawali Kecamatan Jambi Timur Kota Jambi meresa kecewa atas penolakan laporan dugaan pidana yang hendak dilaporkannya pada SPKT Polda Jambi hari Senin (17/2/2025).Terbesit harapan mendapatkan hak hukum dan keadilan kini telah sirna setelah seorang ibu tua mengadukan persoalan hukum yang dialaminya, namun harus menerima rasa kecewa mendalam karena laporannya di SPKT Polda Jambi ditolak.

Kepada Tim Awak Media, Ibu Tua yang bernama Tutty menceritakan singkat permasalahan objek tanah yang terjadi, "Tanah tersebut sudah saya beli sejak tahun 1991 waktu saya masih dinas di Kuala Tungkal pada kantor Dinas Kesehatan," ucapnya."Perolehan tanah tersebut berdasarkan sertifikat induk nomor 113 tanggal 8 April 1976 a.n Drs. Zainal Abidin Yahya (Almarhum) seluas 24.106 M2, kemudian saya beli kepadanya ditandai dengan pengikatan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Camat Telanaipura selaku PPAT pada tanggal 23 September tahun 1991," sambungnya.

"Ditahun yang sama, saya telah mengurus pemecahan sertifikat, yang diterbitkan oleh kantor pertanahan kota Jambi yaitu SHM Nomor 659 a.n saya sendiri seluas 1178 M2 (seribu seratus tujuh puluh delapan meter bujur sangkar," terangnya lagi.Menjawab pertanyaan wartawan, mengapa baru dilaporkan peristiwa tindak pidananya sekarang?, "Dulu sudah pernah saya membuat laporan dalam bentuk LAPDUAN di Polda pada tahun 2016, namun tidak ada tindak lanjut dan kepastian hukumnya," jawab Tutty.

"Hari ini saya kembali datang lagi ke SPKT Polda didampingi oleh kuasa hukum dan tim untuk membuat laporan baru atas dugaan pidana yang berbeda dengan yang dulu pernah saya laporkan, namun saya sangat kecewa sekali hari ini karena laporan saya ditolak," ungkap Tutty dengan mata berkaca-kaca.Di tempat dan waktu terpisah, kuasa hukum M. Muslim yang bertugas melakukan pendampingan hukum terhadap Bu Tutty, saat dikonfirmasi membenarkan peristiwa yang dialami oleh kliennya atas penolakan laporan SPKT Polda, Piket Reskrim hari Senin tanggal 17 Februari 2025.

"Peristiwa pidana yang akan dilaporkan hari ini berkenaan dengan dugaan tindak pidana Penyerobotan Tanah dan Pemalsuan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 385 KUHPidana dan pasal Pemalsuan Dokumen yang diatur dalam pasal 263, 264, dan pasal 267 KUHPidana," ujarnya singkat."Kita sudah menjelaskan secara gamblang kepada tim piket Reskrim sebagaimana ketentuan pasal 184 KUHAP, bahkan lebih dari dua alat bukti yang dihadirkan, namun mereka tetap memaksakan agar dibuat dalam format LAPDUAN, menolak secara tegas permintaan untuk membuat Laporan (LP)."

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten
"Ketiga alat bukti yang dimaksud adalah Pertama, bukti surat yaitu sertifikat asli dan hasil pengecekan lapangan terkini dari juru ukur berlisensi mitra pertanahan, Kedua, keterangan saksi lebih dari dua orang saksi bahkan ada saksi dari pihak pemilik asal tanah yang mengetahui betul riwayat tanah, proses pengurusannya, dan pihak-pihak yang bersepadan, Ketiga, ditambah lagi alat bukti petunjuk.""Masih kurang apa lagi coba," ucap penasehat hukum sedikit kesal.

Menurut hemat kami, "Dalam memutuskan ditolaknya laporan polisi atas laporan yang disampaikan, penyidik harus memiliki alasan yang sah menurut hukum, misalnya polisi menolak laporan karena tindak pidana tersebut merupakan delik aduan, sedangkan yang mengadukannya bukanlah orang yang berhak menurut hukum," urainya menjelaskan.Hal ini penting untuk diingatkan, sebab Pasal 12 huruf a dan f Perkap Nomor 7 tahun 2022 mengatur : Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan, dilarang:

a. Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau Laporan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya;f. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan;

Selain itu, setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan dilarang diantaranya melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur meliputi penegakan hukum antara lain seperti:✓Mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

✓Merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum;✓Menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya;

Editor : Investigasi Mabes
Tag:
Bagikan


Berita Terkait
Terkini