Oleh: Hakim Said, SH
Mantan Kepala Biro Harian Pagi Memo (Jawa Pos Group), dan Pemred Media Poldes Polres Banyuwangi
Selama bertahun-tahun, mereka menikmati privilege profesi yang tak terganggu. Namun kini, era media sosial telah membuka panggung baru: siapa pun bisa menjadi penyampai pesan, bahkan penentu opini publik. Cukup dengan gawai dan keberanian menyuarakan fakta, masyarakat awam bisa menjelma menjadi watchdog sosial yang lebih responsif ketimbang jurnalis konvensional.
Ketakutan pun muncul. Bukan karena kehilangan nilai jurnalistik, tetapi karena posisi tawar sebagai pengontrol narasi mulai terkikis. Wartawan yang dulu jadi satu-satunya corong informasi kini harus berbagi ruang, bahkan tersisih oleh para jurnalis netizen yang tak terikat MoU, tak terikat birokrasi, dan tak mudah dibungkam.
Tak sedikit dari komunitas ini yang akhirnya berupaya membendung jurnalisme netizen dengan berbagai cara. Mulai dari mendiskreditkan konten warga, menggiring opini bahwa hanya pers berbadan hukum dan yang ber-MoU yang sah, hingga mendorong regulasi yang menyudutkan kebebasan berekspresi.
Editor : RedakturSumber : Team